Amanatullah, Anak Cacat Berprestasi di Sekolah Umum
Hendak ke SMK Terkendala Fisik, ke SMAN Minder
UCAPAN syukur meluncur dari mulut Muhammad Amanatullah ketika diberi tahu bahwa Siti Jaiyaroh, guru SDLB Negeri 1 Gresik, terpilih sebagai peringkat kedua Guru Ideal Jatim Program Untukmu Guruku 2009. ”Saya senang sekali. Bu Jaiyaroh memang sudah semestinya mendapat penghargaan karena dia orang yang tulus,” katanya.
Aam -panggilan Amanatullah- dan keluarganya mungkin tak bisa melupakan Jaiyaroh. Bu Guru itulah yang memperjuangkan Aam, siswa penyandang cacat tersebut, masuk sekolah umum. Kini, dia duduk di kelas IX SMP Negeri 4 Gresik.
Sejak lahir, Aam punya keterbatasan fisik. Tangannya tidak utuh. Yang kanan hanya sampai lengan, sedangkan yang kiri sebatas siku. Kaki kirinya bengkok, sehingga kalau berjalan sedikit ngesot.
Dengan kondisi seperti itu, kedua orang tua Aam memasukkan anaknya tersebut ke Sekolah Luar Biasa (SLB) Kemala Bhayangkari Gresik. Namun, Jaiyaroh yang waktu itu mengajar di sekolah tersebut menilai bahwa Aam hanya cacat fisik, inteligensinya bagus.
Karena itulah, menginjak kelas VI, Jaiyaroh berusaha memindahkan Aam ke sekolah umum. Tapi, sejumlah SD menolak. Mereka menilai Aam tidak layak masuk sekolah umum. Bahkan, ada gurunya di SLB yang mencibir.
Meski begitu, Jaiyaroh pantang menyerah. Dia berjuang melobi beberapa pejabat Dinas Pendidikan Gresik dan meyakinkan sekolah yang mau menerima bocah tersebut. ”Padahal, waktu itu Bu Jaiyaroh masih sakit, baru sembuh dari operasi,” kenang Nasifah, ibunda Aam, sambil menghapus air matanya. ”Perjuangan itu tidak akan pernah saya lupakan,” tambahnya.
Berhasil, Aam diterima masuk SD Negeri Tlogopatut, Kebomas.
Sampai sekarang, hubungan mantan guru dan murid itu masih tetap terjalin. ”Hampir setiap Lebaran kami menyempatkan berkunjung ke rumah Bu Jaiyaroh. Tapi, tahun lalu kami tidak bisa ke sana karena tidak punya ongkos untuk naik angkutan,” kata Nasifah. Aliantoro, ayah Aam, hanya sopir pikap carteran yang penghasilannya tidak menentu.
Aam membalas perjuangan Jaiyaroh itu dengan belajar keras. Pada penerimaan siswa baru (PSB) di SMPN 4 Gresik, tiga tahun lalu, bungsu di antara enam bersaudara tersebut masuk sepuluh besar.
Ketika ditemui di rumahnya, Jalan RA Kartini XVI, Aam mengaku sedang melemaskan otot tubuhnya. ”Lagi lihat TV sebentar karena malamnya kan harus belajar,” ujar remaja yang pada 4 Mei nanti berusia 16 tahun itu.
Dia memang harus giat belajar menyongsong ujian nasional. ”Saya harus persiapkan mulai sekarang. Apalagi, nilai kelulusan naik 0,25 menjadi 5,50,” tegasnya sambil duduk di jok sepeda berpedal tunggal itu.
Aam memang seakan tak pernah lepas dari sepedanya. Termasuk di dalam rumah. Sampai-sampai, ibunya menyebut sepeda itu sebagai kaki anaknya.
Sepeda khusus tersebut hasil modifikasi sendiri. Aslinya sepeda jenis BMX. Jarak antara sadel dengan setang diperpanjang. Pedalnya hanya sebelah kanan.
Dengan satu kaki itulah Aam mengayuh sepedanya. Badannya membungkuk untuk menempelkan lengannya ke setang sepeda. Perlu keahlian khusus untuk naik sepeda seperti itu.
”Pernah suatu saat ban sepedanya gembos. Untunglah ada tukang becak yang menolong mengantar pulang dengan sepedanya,” tutur wanita 44 tahun tersebut.
Punya kekurangan fisik, tapi Aam juga punya kelebihan. Dia dikenal supel dan pandai melukis. Dia sangat bangga salah satu lukisannya dikoleksi pejabat Polri yang sekarang Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bahrul Alam.
”Waktu saya diundang ke Jakarta oleh Pak Kapolri (Jenderal Pol Sutanto, Red), lukisan saya dibeli Jenderal Anton,” katanya. ”Ya, orangnya ganteng berkumis tipis,” sahut Nasifah. Dia diundang ke Mabes Polri saat masih siswa SLB Kemala Bhayangkari, sekolah dalam naungan Yayasan Kemala Bhayangkari.
Aam memang bertekad hidup sebagai pelukis. Modal sudah dimiliki. Dia pernah menjuarai lomba lukis tingkat SMP se-Kabupaten Gresik pada 2006. Jika sebelumnya melukis dengan crayon, kini mulai menggunakan cat minyak di atas kanvas. Melihat kemampuan Aam melukis itu, sebuah sanggar seni lukis di Gresik bersedia memberi pelatihan cara melukis yang benar.
Hanya, Aam sedikit bingung. Ke mana dia melanjutkan sekolah setamat SMP nanti. ”Embuh, Mas. SMA adoh-adoh,” katanya. Sebetulnya tak terlalu jauh. Tapi, karena keterbatasan itu, dia merasa jauh.
Di sekitar rumahnya ada sejumlah SMA. Di antaranya, SMAN 1 Gresik, SMK Semen Gresik, dan SMK Taruna Jaya. Namun, Aam hanya mau ke SMA. ”Kalau SMK kan butuh keterampilan, Mas. Apa mungkin saya masuk ke sana dengan kondisi seperti ini?” ujarnya.
Secara terus terang dia mengaku sedikit minder masuk ke SMAN 1. Sebab, sekolah itu berstatus RSBI (rintisan sekolah berstandar internasional). Untuk masuk sekolah tersebut, harus punya nilai TOFL tertentu. ”Tapi, saya harus mampu!” tegasnya.
SMA Semen Gresik sebetulnya juga tak terlalu jauh dari rumahnya. Hanya, dia harus menyeberang jalan raya. ”Siapa yang mau menyeberangkan saya tiap hari?” tanya dia. Pasti ada.
(Sumber: Jawapos, 1/4/2009)
/